Seni rupa kontemporer adalah sosok yang selalu menjadi sorotan kontroversi Slot777 masyarakat. Meskipun sederhananya seni kontemporer adalah seni masa kini yang tengah mengalami proses perkembangan, namun representasinya tidak sesederhana itu. Wujud dari ide dan wacananyalah yang selalu menimbulkan kontroversi.
Seni kontemporer tidak sesederhana seni klasik yang telah mapan dan berada pada puncak penciptaan tertinggi pada suatu masyarakat. Seni kontemporer itu radikal, sulit dipahami bahkan tidak sedikit publik yang dibuat gerah karenanya. Maka dari itu subjek ini sangat penting untuk dipahami agar kita dapat mengikutinya atau bahkan mematahkan idenya.
Pengertian Seni Rupa Kontemporer
Pengertian seni rupa kontemporer berarti seni rupa yang diciptakan terikat pada berbagai konteks ruang dan waktu yang menyelimuti seniman, audiens dan medannya. Istilah kontemporer sendiri berasal dari Bahasa Inggris “contemporary” yang berarti apa-apa atau mereka yang hidup pada masa yang bersamaan (D. Maryanto, 2000). Artinya Seni rupa kontemporer bersifat kekinian karena diciptakan di masa yang masih bersamaan dengan kita dan dunia seni secara umum.
Meskipun begitu istilah “seni rupa kontemporer” tidak dapat diterjemahkan begitu saja sebagai seni masa kini seperti yang dijelaskan di atas. Istilah seni rupa kontemporer di dunia masih menimbulkan perdebatan. Terutama karena tidak ada ciri khusus yang dominan dan dapat dirujuk untuk menunjuk pada suatu praktik atau bentuk seni yang baku. Hal itu sangat wajar karena bentuk seni rupa ini sendiri masih dalam tahap perkembangan, bahkan berkembang dengan kita baik sebagai seniman, kritikus maupun hanya sekedar penikmat.
Baca Juga :
Yuk, Kenalan Sama Budaya Betawi Unik dan Autentik di Berbagai Sudut Jakarta
Budaya Negara Rusia : Kebudayaan, Perilaku dan Larangan
Polemik Istilah Seni Rupa Kontemporer
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, seni kontemporer hingga saat ini masih menjadi perdebatan, tidak hanya dalam praktik wacana seni rupa saja, tapi juga di dunia seni secara umum, baik itu seni musik, tari, dsb. Secara garis besar, polemik yang hingga kini masih terjadi dapat dipilah menjadi dua perspektif utama, yakni sebagai berikut.
Pertama, secara leksikal istilah dari Bahasa Inggris “Contemporary” terikat dengan waktu, yaitu “masa kini” yang jelas mengandung masalah. Sebab masa lalu pun ketika masa kini belum muncul adalah masa kini (Sumartono, 2000, hlm. 23). Temporal sense masa kini atau semasa (dengan masyarakatnya) menimbulkan persoalan, sebab “semasa” dapat mengacu pada waktu yang fleksibel, misalnya sepanjang waktu yang dilalui oleh seniman atau beberapa tahun belakangan ini, atau satu dekade? (Irianto, 2000, hlm. 75).
Kedua, Ada yang memaknai bahwa istilah seni rupa kontemporer itu lebih dikatikan dengan eksistensi wujud karya seni yang representasinya berbeda dari prinsip-prinsip seni modern atau seni klasik yang telah mapan. Seperti yang disampaikan oleh Arthur Danto dalam bukunya The End of Art (1995, hlm. 10) sebagai berikut.
“Contemporary” in its most obvious sense means simply what is happening now: contemporary art would be the art produced by our contemporaries… But as the history of art has internally evolved, contemporary has come to mean an art produced within a certain structure of production never, I think, seen before in the entire history of art. So just as ‘modern’ has come to denote a style and even a period, and not just recent art, ‘contemporary art’ has come to designate something more than simply the art of present moment.
Pemaknaan istilah kontemporer yang terkait dengan persoalan representasinya ini pun cakupannya sangat luas. Pengertian yang beredar luas di masyarakat sendiri menganggap bahwa seni rupa kontemporer berarti seni rupa modern dan seni rupa alternatif. Misalnya seperti: Instalasi, happening art, performance art, video art dan video mapping yang berkembang di masa kini.
Dengan demikian, salah satu pemaknaan yang dapat disimpulkan untuk mendefinisikan seni kontemporer adalah berbagai fenomena dan karya seni yang diciptakan oleh seniman di masa yang terikat dengan berbagai konteks yang menyelubunginya seperti keadaan dan berbagai peristiwa serta fenomena di zaman ia hidup yang representasinya cenderung berbeda dengan seni klasik dan modern (masa-masa sebelumnya).
Sejarah Seni Rupa Kontemporer
Pemahaman mengenai seni rupa kontemporer juga bisa kita dapatkan dengan bercermin pada sejarah seni. Terutama, sejarah seni rupa kontemporer sendiri. Meskipun terhitung baru, tetapi kita sudah dapat melacak kemunculannya dari zaman modern.
Di Barat, wacana seni rupa kontemporer dimulai dengan menunjukkan pada berakhirnya era modernisme dalam seni rupa (modern art). Sebab-sebab terjadinya krisis itu di antaranya adalah penciptaan karya seni rupa yang menjadi terlalu mudah. Setiap gaya dari sebuah karya yang baru saja diciptakan seolah-olah telah ada sebelumnya.
Kritikus seni Harold Rosenberg menyebut fenomena tersebut dengan istilah de javu dalam Bahasa Perancis yang berarti “pernah dilihat” (Sumartono, 2000, hlm. 22). Maka berakhirlah periodisasi seni rupa modern yang sudah tidak relevan lagi dengan berbagai karya baru yang tercipta pada masa itu.
Berakhirnya era seni rupa modern memunculkan kebutuhan untuk terminologi baru. Munculah istilah post modernism (masa setelah modern) sebagai penggantinya. Kemudian istilah itu dipakai dalam praktik seni rupa di Barat yaitu karya seni yang berkecenderungan dengan masa postmodern (setelah zaman modern).
Namun penggunaan istilah postmodern ternyata mengandung persoalan. Hal itu karena kompleksitas dan keragaman pengertian yang dibawanya. Pada akhirnya istilah yang lebih banyak digunakan adalah seni rupa kontemporer.
Seni rupa kontemporer dapat dikatakan sebagai wacana dalam praktik seni rupa di Barat yang praktiknya menunjuk kepada kecenderungan masa postmodern. Kecenderungan tersebut secara tidak langsung menyiratkan wacana dalam seni rupa yang anti modern. Hal itu disebabkan karena salah satu paradigma kemunculan posmodern adalah paradigma yang menolak modernisme.
Sifat-sifat modern yang ditolak diantaranya adalah semangat universalisme dalam budaya, kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi dan individualitas (I. M. Pirous, 2000). Dominasi Barat akan seni juga sudah terhitung banyak disadari saat ini, bahkan bagi masyarakat Barat sendiri. Oleh karena itu, seni kontemporer juga biasanya diiringi oleh penolakan terhadap budaya Barat, termasuk oleh orang Barat sendiri, seperti bagaimana sebagian filsuf Barat juga kini memilih untuk berfilosofi secara ketimur-timuran.
Dalam perjalanannya, sifat-sifat modern dianggap mengesampingkan berbagai produk kesenian non-Barat yang dianggap lebih rendah dari seni modern karena bersifat tradisional. Sifat itulah yang ditentang oleh para seniman postmodern. Karena sifat-sifat modern dianggap tidak mengakui karya seni rupa tradisonal yang dihasilkan oleh suatu budaya komunal sebagai karya seni rupa yang sejajar dengan karya seni rupa modern.
Ciri dan Sifat Seni Rupa Kontemporer
Berikut adalah beberapa ciri seni rupa kontemporer yang dapat kita pastikan untuk sementara waktu ini.
- Tidak adanya sekat antara berbagai disiplin seni dengan meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, kriya, teater, musik,dan sebagainya
- Sebaliknya Isu-isu yang diwacanakan adalah kesetaraan antara etnis dan gender, HAM, lingkungan hidup, nilai tradisi dan persatuan keberagaman yang lain
- Memiliki gairah moralistik yang brerkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
- Karena sifatnya yang masih radikal dan kontroversional, seni kontemporer cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan sebagai aktualitas berita dengan issue terkini dan fashionable
- Mengutamakan jenis media seni baru seperti instalasi, performance art, video dan sebagainya.
- Tidak mendiskriminasi dan menerima karya populer sebagai wujud seni
Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa dikukuhkan dengan semangat pluralisme (keberagaman). Berorientasi bebas namun menghilangkan batasan-batasan kaku (konvensional) dalam dunia seni rupa. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan dikotomi seni seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan.
Orientasi bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-media non konvensional. Hal itu menimbulkan perspektif baru tentang keindahan seni, serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi serta politik (Sumartono, 2000).
Walaupun ada pemaknaan khusus dan ciri dalam wacana seni rupa kontemporer seperti telah disebutkan di atas, arti leksikal kontemporer yang menunjukkan konteks kekinian tidak dapat diabaikan.
Berdasarkan konteks masa kini, seni rupa kontemporer dipandang sebagai karya seni yang ide dan pembahasannya dibentuk serta dipengaruhi sekaligus merefleksikan kondisi yang mewarnai keadaan zaman ini tempat “budaya global” menyeruak, yang menebarkan banyak pengaruh dan menjadi penyebab berbagai perubahan dan perkembangan (Sumartono, 2000).
Pada akhirnya seni rupa kontemporer adalah wacana yang masih dalam tahap perkembangan dan belum memiliki ciri atau ide yang dapat dibakukan.
Contoh Seni Rupa Kontemporer
Jika kita membedahnya berdasarkan jenis atau ragam (yang sebetulnya ditolak pula oleh seni kontemporer), maka kita dapat menemui beberapa media baru yang sering digunakan oleh para seniman kontemporer, meliputi:
- Seni Instalasi,
- Happening Art,
- Performance Art,
- Video Art,
- Video Mapping.
Seni Instalasi
Seni Instalasi adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menggabungkan berbagai media baik dua dimensi maupun tiga dimensi dan tidak terbatas pada pengelompokan jenis seni rupa (seni lukis, patung, dll) sehingga membentuk kesatuan baru.
Karya seni ini juga biasanya menawarkan interaktivitas bagi pengunjung pameran, misalnya pengunjung dapat menulis pendapatnya pada kanvas atau sesederhana pengunjung dapat menekan tombol untuk menggerakan sesuatu.
Interaktivitas tersebut menimbulkan dialog langsung, sehingga memberikan perspektif dan nilai lain yang selama ini kurang mendapatkan sorotan dari seni yang telah mapan sebelumnya (seni klasik).