Wayang adalah karya sastra tradisional menceritakan kisah kepahlawanan para tokoh dengan watak baik yang hadapi dan mengalahkan tokoh dengan watak jahat. Wayang menjadi karya yang sejak dahulu kala sudah menjadi punya bangsa dan juga diwariskan secara turun temurun kepada setiap generasi secara lisan. Wayang sudah menempel dan menjadi bagian berasal dari bangsa Indonesia, secara tertentu bagi masyarakat Jawa.
Wayang sendiri secara lazim terbagi menjadi dua jenis, yakni wayang yang diperankan oleh orang dan wayang berwujud boneka yang dimainkan oleh dalang. Namun, seiring berjalannya waktu, lewat globalisasi dan digitalisasi, segala faktor kehidupan manusia mengalami pergantian dan juga perkembangan menuju kehidupan yang makin lama maju. Perubahan ini bisa dilihat berasal dari bermacam faktor seperti teknologi, komunikasi, transportasi, pendidikan, dan budaya.
Perkembangan di era modern ini tentu saja membawa banyak sekali manfaat. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri terhitung bahwa terkandung efek negatif yang ditimbulkan. Salah satunya adalah banyaknya kebudayaan yang mulai dilupakan dan tergerus oleh terdapatnya budaya baru yang lebih modern, terhitung kebudayaan wayang. Peminat-peminat wayang kala ini makin lama berkurang. Hal itu menjadikan wayang makin lama terlupakan. Jika dahulu masih terlalu banyak sanggar-sanggar wayang, kala ini hanya ada sebagian saja yang yang masih berjalan dan bisa ditemukan.
Para generasi muda kala ini berpikiran bahwa lihat atau memainkan wayang adalah perihal yang ketinggalan zaman. Bahkan dicap pula sebagai bukan menjadi bagian berasal dari manusia modern. Hal ini menjadi miris, mengingat bahwa terhadap kenyataannya, kesenian wayang kulit sudah mendunia. Banyak orang asing yang berlomba-lomba untuk mempelajari kesenian wayang dan apalagi sudi bonus new member 100 membayar mahal untuk mempelajari seni kesenian ini.
Sebagaimana disampaikan oleh Adri Yudha Prawira selaku Sekretaris Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) DKI Jakarta bahwa mereka yang kala ini menggeluti lingkup seni, terutama kesenian wayang, tengah dihadapkan dihadapkan dengan kondisi sukar terutama di bidang ekonomi. Kesenian kala ini menjadi bidang yang dinomorterakhirkan, mengingat di era kala ini, orang-orang lebih utamakan hal-hal pokok yang lebih mutlak seperti mencukupi sandang dan pangan mereka masing-masing.
Menurutnya sebenarnya terlalu sukar bagi para seniman untuk bertahan dan tetap melestarikan kesenian wayang ini. Namun, selamanya ada harapan, dengan terdapatnya digitalisasi kala ini, menjadi layanan bagi mereka untuk selamanya berkreasi. Tentu saja untuk mewujudkannya, dirinya menyatakan selamanya perlu terdapatnya dukungan berasal dari generasi muda untuk berikan saran dan masukan dan juga memfasilitasi.
Terdapat tiga kasus utama yang menjadikan wayang ditinggalkan oleh generasi muda yakni kasus bahasa, durasi pertunjukan, dan terdapatnya hiburan lain. Pertama adalah persoalan bahasa. Sebab bhs yang digunakan oleh dalang didalam pertunjukan wayang adalah bhs Jawa. Hal ini menyebabkan mereka mengalami ada problem sadar jalur cerita dan pesan yang disampaikan oleh dalang.
Kedua, yakni persoalan durasi pertunjukan. Hal ini gara-gara satu kali pertunjukan wayang biasanya durasinya terlalu panjang atau lama, sampai semalam suntuk. Hal ini menyebabkan orang mulai cepat bosan. Ketiga gara-gara terdapatnya hiburan lain yang lebih praktis dan simpel. Seperti misalnya, bermain game, media sosial, televisi, atau nongkrong di kafe. Oleh gara-gara itu, diperlukan sebagian usaha yang perlu dilaksanakan untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut. Untuk persoalan mengenai bhs daerah, seluruh orang bisa mempelajari bhs daerah berasal dari mana saja, bisa berasal dari orang tua, guru, buku, atau apalagi berasal dari internet.
Hal ini bukan tidak mungkin, mengingat notabene banyak terhitung orang-orang asing yang mempelajari wayang terhitung mempelajari bhs jawa demi bisa mendalami kesenian ini. Selain itu, bagi yang sebenarnya bisa berkata bhs daerah, perlu sadar bahwa menggunakan bhs daerah bukanlah suatu hal perihal yang memalukan atau ketinggalan zaman. Kedua, untuk kasus durasi pertunjukan wayang, solusi kemungkinan bisa singgah berasal dari pihak penyelenggara pertunjukan wayang untuk menampilkan wayang dengan kala yang lebih singkat, tapi tanpa kurangi pesan cerita yang menginginkan disampaikan.
Adri Yudha Prawira terhitung membuktikan bahwa kala ini didalam praktiknya sudah ada pentas wayang singkat sederhana dan ditayangkan secara daring, bila ‘wayang climen’ yang dipentaskan dan diunggah ke YouTube oleh Ki Seno. Pertunjukkan wayang tersebut hanya berdurasi tidak cukup lebih 2 jam, dan tidak sampai semalam suntuk.
Metode pertunjukkan wayang seperti itu terhitung sudah banyak ditiru oleh dalang-dalang lain. Namun, sebenarnya masih banyak terhitung seniman yang tidak bisa mengikuti type pertunjukkan seperti itu, dan masih mengandalkan pertunjukkan wayang bila diundang oleh penyelenggara dan juga dilaksanakan secara segera dengan durasi semalam suntuk. Hal ini sebenarnya ada problem untuk diubah atau disosialisasikan gara-gara ini berhubungan dengan keyakinan tiap-tiap dalang.
Terakhir, untuk kasus terdapatnya persaingan dengan hiburan lain, para generasi muda perlu sadar dan sadar bahwa ada hiburan lain tak sekedar hiburan yang berasal berasal dari gadget mereka. Perlu ada kesadaran bahwa sebenarnya wayang terhitung merupakan hiburan yang menarik dan menyenangkan. Mulai berasal dari kronologis ceritanya yang terlalu mengesankan, selanjutnya terdapatnya sosok dalang yang menjadi kunci jalur cerita, dan juga terdapatnya iringan musik gamelan dan nada merdu berasal dari para sinden.
Sebenarnya, masalah-masalah seperti ini bisa saja teratasi. Namun yang tentu perlu ada terutama dahulu kesadaran. Kesadaran bahwa wayang adalah budaya asli Indonesia. Tak hanya itu, seluruh masyarakat Indonesia berasal dari bermacam kalangan terhitung bertanggung jawab untuk bisa melestarikannya. Untuk itu, supaya tidak makin lama dilupakan, ada sebagian usaha nyata yang bisa dilakukan. Seperti misalnya, berasal dari pihak pemerintah bisa mengadakan acara-acara kebudayaan dengan menampilkan pertunjukkan wayang dan memasukan pengetahuan budaya wayang didalam kurikulum pendidikan.
Masyarakat terhitung bisa ikut andil dengan menjadikan pertunjukkan wayang sebagai hiburan di acara-acara seperti hajatan. Begitupun dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang bisa melakukan pertunjukkan wayang bila ada acara-acara perayaan perusahaan. Lalu, sebagai generasi muda yang paling akrab dengan teknologi, kita bisa ikut mempromosikan wayang ke media-media sosial yang dipunya dan ikut mengampanyekan pentingnya pelestarian kesenian wayang.